Oleh : Asro Kamal Rokan
Ustadz Yusuf Mansyur mengirim pesan pendek ke telepon saya. Ustadz muda energik ini minta saran atas filmnya, Kun Fayakuun. Saya bukanlah kritikus film seperti Ilham Bintang, yang malam itu juga menonton tayangan perdana film sarat nilai ini, Kamis (17/04) malam. Istri saya berkali-kali mengusap matanya. Dan, ketika pulang, saya berkata, Tetaplah optimistis dan kita perbanyak sedekah.
Film ini bercerita tentang perjuangan hidup keluarga Ardan, penjual kaca keliling. Hidupnya susah, namun tetap optimistis menatap hari esok. Bersama istri dan dua anaknya, Ardan tidak berhenti meminta kepada Allah, Tuhan Yang Maha Pemberi. Sepanjang hari, Ardan bekerja mencari nafkah, yang sering tidak mendapatkan apa-apa untuk sekadar belanja dapur. Malam hari, mereka shalat bersama, sujud, menyerahkan dirinya semata-mata kepada Allah.
Di tengah kesulitan hidup itu, mereka tidak putus asa dan tidak meminta kepada yang lain, kecuali hanya kepada Allah. "Tangan di atas jauh lebih mulia daripada tangan di bawah. Islam mengajarkan hal itu," kata Ardan kepada istri dan anak-anaknya. Cerita film terus berkembang, dan berakhir dengan perubahan nasib Ardan. Kun Fayakuun, apabila Allah berkehendak, maka jadilah (QS Yassin ayat 82).
Film ini sangat menggugah kesadaran. Betapa dalam keseharian, kita berinteraksi dengan orang-orang seperti Ardan, mencari nafkah halal untuk memenuhi kebutuhan keluarganya hari ini. Kita bertemu pedagang asongan, penjual sayur, tukang ojek, becak, bajai, dan taksi. Mereka menyongsong rezeki dari satu tempat ke tempat lain, saat panas maupun hujan.
Ketika bertemu mereka, sering sekali kita menempatkan diri hanya sebagai pembeli atau pengguna jasa mereka. Kita senang dan merasa menang dapat menawar dengan harga serendah mungkin. Tidak jarang pula, ketika mereka terlambat mengembalikan sisa lima ratus atau seribu rupiah--yang boleh jadi bagi kita nilainya tidak seberapa--kita marah dan merasa dilecehkan.
Terpikirkah oleh kita, istri dan anak-anak mereka sedang menahan lapar dan menunggu orang tuanya pulang membawa uang? Terpikirkah oleh kita, keuntungan sedikit yang mereka peroleh itu sesungguhnya untuk membayar uang sekolah anak-anaknya, membeli obat, membayar kontrakan, dan bahkan mungkin membeli selembar sarung untuk shalat.
Perbanyaklah sedekah dan bermurah hatilah--saat sempit apalagi lapang. Bersedekah tidak hanya mendapat ampunan dan disukai Allah (QS Ali Imran: 133-136), tapi juga kebahagiaan. Elizabeth Dunn, pakar psikologi University of British Columbia, Vancouver, Kanada, menyimpulkan, membelanjakan uang untuk orang lain, justru meningkatkan kebahagiaan, jauh lebih bahagia dibanding mereka yang menghamburkan uang untuk memuaskan diri sendiri. Penelitian tersebut dipublikasikan jurnal ilmiah terkemuka, Science, 21 Maret 2008.
Rasulullah SAW sering sekali menyerukan agar kita segera bersedekah, karena bala dan malapetaka tidak pernah mendahului sedekah. Sedekah akan menggantikan semua kesulitan hidup dan menjadi obat dari segala penyakit.
Ardan, tokoh utama film Kun Fayakuun, tertatih-tatih mendorong gerobaknya. Satu saja kaca terjual, dia segera pulang membawa uang itu pulang untuk istrinya yang menahan lapar. Ketika ada yang menawar dengan harga pokok, dia langsung setuju dan bersyukur. Namun, belum sempat dibayar, kaca itu pecah terkena batu dari pelajar sekolah yang tawuran. Ardan yang sedang berpuasa, sangat marah. Rezeki di depan mata, lenyap seketika.
Orang-orang dhuafa banyak di sekeliling kita. Mereka tidak pernah meminta dan tidak mengambil yang bukan haknya. Mereka menjalani hidupnya, hari ini untuk hari ini--mendorong gerobak kehidupannya yang berat. Dan, apakah kita membiarkannya tertatih-tatih?
http://www.republika.co.id
No comments:
Post a Comment