Wednesday, May 14, 2008

Autiskah Anak Saya?

Siapa pun pasti tidak menginginkan putra-putrinya menderita autis. Namun, jika terlanjur mengidapnya, sebagai orang tua tentu kita akan berusaha untuk melakukan berbagai pengobatan agar autis yang diderita si kecil bisa sembuh.

Dr Irawan Mangunatmadja, SpA(K), dokter spesialis anak mengungkapkan, kasus autis banyak terjadi di dunia, termasuk Indonesia. Bahkan, diagnosis yang ditemukan pada masing-masing kasus juga tidak seragam. Menurutnya, autisme hingga kini belum diketahui penyebabnya. Dia menjelaskan, anak yang menderita autis dapat dikenali karena perilakunya yang menunjukkan sikap berbeda dari anak kebanyakan. ‘’Penyebabnya, karena kurangnya komunikasi antara orang tua dan anak,’’ ujar Irawan dalam diskusi yang diselenggarakan Sun Hope Indonesia, beberapa waktu lalu di Jakarta.

Ia menyebutkan, autisme umumnya muncul pada anak sebelum usia tiga tahun. Penderita autisme biasanya mengalami gangguan interaksi sosial, gangguan dalam berkomunikasi, dan memiliki perilaku, minat, aktivitas hanya itu-itu saja dan dilakukan berulang-ulang. Misalnya, minat tidak sesuai dengan umurnya, melakukan gerakan aneh berulang-ulang, terpaku pada bagian obyek, dan sangat menyukai televisi/iklan).

Pada umumnya penderita autis mengalami gangguan dengan interaksi sosialnya seperti perilaku nonverbal, tidak bermain dengan teman sebayanya, tidak berbagi kesenangan dengan orang lain, tidak ada respons emosi timbal balik, dan tidak mau meniru. Penderita autis juga m engalami gangguan komunikasi.

Contohnya, penderita mengalami keterlambatan bicara atau tidak bicara atau gangguan kualitas bicara (bicara tidak lama). ‘’Tetapi, bisa juga si penderita melakukan pengulangan kata atau kalimat (ekolalia) dan berbicara dengan bahasa yang tidak dapat dimengerti,’’ paparnya.

Pada prinsipnya, kata Irawan, bila belum terlambat, autis bisa disembuhkan. Beberapa jenis terapi yang biasa digunakan pada penderita autis adalah terapi medis, terapi biomedis, terapi alternatif, homeopati, naturopati, pijit, tusuk jarum, terapi perilaku, okupasi dan bicara. Saat ini sudah banyak pusat terapi untuk penderita autis.

Beberapa hal yang bisa dilakukan bila menjumpai anak yang berperilaku menunjukkan keanehan. Yakni, lakukan terapi perilaku-ABA yang berguna untuk menghilangkan tingkah laku anak yang tidak layak. Kedua, terapi sensori integrasi yang bertujuan agar penderita autis melakukan proses biologis di otak dengan mengolah informasi sensoris dan digunakan sesuai tujuan.

Terapi yang ketiga adalah terapi okupasi. Caranya, penderita diminta untuk menggunakan aktivitasnya untuk melakukan intervensi sehingga fungsi perkembangannya meningkat. Keempat, terapi wicara yang berguna untuk anak yang mengalami gangguan dan kesulitan berkomunikasi.

Tetapi lainnya yang bisa dilakukan atau terapi tambahan adalah dengan terapi musik, Auditory Inegration Training (AIT), dan Dolphin Assisted Therapy.

Untuk membantu menstimulasi perkembangan anak, orang tua bisa melakukan hal-hal lain dirumah seperti : (1) Memberikan stimulasi dua arah; (2) Selalu berbicara dengan anak Anda; (3) Berikan dorongan pada anak agar anak mau bertanya; (4) Dengarkan anak dan ajak bermain; (5) Bacakan cerita menjelang mau tidur; (6) Setiap mengajarkan kata tunjukkan bendanya; (7) Ajarkan lagu yang disukai; (8) Rencanakan berjalan- jalan. ‘’Diagnosis dini pada anak autis sangat menentukan masa depannya,’’ papar Irawan.

www.republika.co.id

No comments: