Dulu, sewaktu duduk di bangku SD SMP, saya rajin menjalin pertemanan dengan kawan dibeberapa daerah di Indonesia. Nama dan alamat saya dapat dari majalah BOBO . Majalah itu saya pinjam dari teman sekolah yang berlangganan. Maklum, dulu uang saku terbatas, cuma cukup untuk beli sepotong bakwan disekolah :D.
Saya tinggal dikampung, jadi sedikit susah untuk menuliskan alamat. Karena dulu, rumah kampung tidak ada nomor, jadi pak pos harus hapal nama-nama orang kampung baru surat boleh selamat sampai kerumah yang dituju. Atau nama kita harus terkenal diseantero kampung, jadi kalau pak pos tanya, semua orang tahu.
Begitulah, saya lebih suka menuliskan alamat sekolah daripada alamat rumah. Kalau alamat rumah, akan tertulis begini : Kampung xxxx, Kelurahan xxxx, Kecamatan xxxx, Kabupaten xxxx, Propinsi xxxx kode pos xxxx. Panjang ya hehehe... Jadi, jangan heran kalau surat anda hanya akan tersangkut dibalai desa selama berbulan-bulan kalau anda tidak rajin berkunjung kekantor lurah tersebut.
Kalau alamat sekolah, cukup sebutkan kelas dan alamat sekolah. Beres. Surat untuk kita akan terpampang dijendela kaca nako ruang tata usaha. Senangnya bukan main kalau dapat surat. Sedikit bangga juga hehehe...jarang ada anak yang dapat surat. Pertanda kita adalah orang penting :D
Sahabat pena saya tersebar dibeberapa provinsi Indonesia. Walopun saya harus menabung untuk membeli prangko dan kertas surat yang wangi, saya rela. Biasanya saya akan bercerita mengenai daerah saya, sekolah saya, kegiatan saya kepada para sahabat pena.
Pernah pada suatu hari, saya bercerita kepada seorang sahabat pena saya di Palembang, saya bercerita kalau saya sedang berlibur di Bogor, rumah saudara. Saya juga bercerita kalau saya pergi ke barber shop. Padahal sebetulnya saya cuma lewat saja. Dari mobil saya melihat ada bangunan rumah toko yang dikacanya yang hitam tertulis "BARBER SHOP". Wah, keren juga namanya, saya pikir. Saya tidak tahu itu toko apa. Maklum, bahasa Inggris terbatas.
Saya bercerita dengan bangganya tanpa saya tahu apakah benda yang bernama barber shop itu. Setelah surat dikirim, saya baru penasaran dan buka kamus. Ternyata..oalaahhh...tukang cukur rambut ternyata..hehehehe... Maklumlah, dikota saya dulu, tukang cukur rambut lelaki ada dipasar-pasar becek.
Sekarang, saya sudah putus hubungan dengan para sahabat pena itu. Sejak dibangku SMA saya sudah tidak aktif lagi berkirim surat.
Kadang-kadang, dizaman teknologi internet ini, menerima sepucuk surat (yang bukan tagihan air atau listrik atau telepon) dari pak pos, menyenangkan juga. Sudah jarang rasanya orang menghantar surat memakai jasa pos.
No comments:
Post a Comment