Sunday, May 4, 2008

Sami Alhajj Bebas dari Neraka Guantanamo

''Terima kasih Allah.'' Sami Alhajj mensyukuri kebebasannya dari Kamp Guantanamo, Kuba. Enam setengah tahun kamerawan Stasiun Televisi Aljazirah itu mendekam di penjara milik negara kampiun HAM, Amerika Serikat (AS), tanpa melalui proses peradilan.

Alhajj pulang ke kampung halamannya, Khartoum, Sudan, Jumat (2/5) dini hari. Dia diantar sebuah pesawat militer AS. Tayangan Aljazirah memperlihatkan Alhajj langsung ditandu menuju rumah sakit tak lama setelah pesawat tersebut mendarat di Khartoum.

Di rumah sakit, dengan emosional Alhajj merangkul istrinya, Asma Ismailov, dan anak lelakinya yang nyaris tak pernah dia lihat sejak belajar berjalan. ''Dia seperti lelaki renta yang berusia 80 tahun,'' kata Asim Alhajj, saudara lelaki Sami Alhajj.

Meski sudah bebas, tahanan bernomor 345 itu mengatakan kebahagiaannya belum lengkap. ''Sampai saudara kami di Teluk Guantanamo dibebaskan,'' kata pria 38 tahun yang terlihat lemah itu. Matanya pun masih sering tertutup meski dia selalu berusaha tersenyum.

Pimpinan Aljazirah edisi Bahasa Arab, Wadah Khanfar, terbang dari markas besar Aljazirah di Doha, Qatar, untuk mengunjungi Alhajj.

Kepada keluarga dan sahabatnya, Alhajj yang kehilangan berat badan 18 kilogram menceritakan tahun-tahun mengerikan di Guantanamo. Di sana, kata dia, Paman Sam merampas semua kedaulatan dan kehormatan manusia.

''Kondisi kemanusiaan kami, kehormatan kemanusiaan kami, dilanggar. Pemerintahan AS telah melangkah jauh di atas nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilai moral, dan nilai-nilai agama. Tikus tanah justru mendapat perlakuan yang lebih manusiawi,'' kata Alhajj.

Saat meliput
Alhajj menjadi perhatian internasional setelah pihak berwenang Pakistan menahannya pada Desember 2001 ketika dia mencoba memasuki Afghanistan. Saat itu, dia berusaha meliput invasi AS ke Afghanistan. Pakistan kemudian menyerahkannya kepada AS pada Januari 2002.

Selanjutnya, militer AS membawanya ke Guantanamo dengan status musuh peperangan. Di tempat itu, AS menahan pula sekitar 275 orang dari 50 negara. Sebagian di antaranya anggota Taliban dan Alqaidah.

AS menuduh Alhajj melakukan kegiatan mata-mata. Dia dicurigai karena pernah mewawancarai pimpinan Alqaidah, Usamah bin Ladin. AS juga menuduhnya pernah delapan kali ke Azerbaijan untuk membantu kelompok militan dan membantu pejuang Muslim Chechnya dan Bosnia.

Tapi, Alhajj dan Aljazirah memandang penahanannya tak lepas dari pemberitaan kritis Aljazirah terhadap invasi AS di Afghanistan dan Irak. Dan, itulah yang kemudian terbukti. Sebab, setelah melalui serangkaian interogasi dan penyiksaan, tak satu pun perkara kriminal yang dituduhkan AS kepada Alhajj terbukti.

Sejak penangkapan Alhajj, Aljazirah gencar berkampanye bagi kebebasan Alhajj. Aljazirah juga mengajak pemirsa dan pembacanya ikut andil dalam proses itu. Pada saat yang sama, sejumlah organisasi HAM, seperti Reprieve, Amnesti Internasional, dan Reporters Without Borders, melakukan hal yang sama dan mendesak AS menutup fasilitas itu. Usaha yang sama dilakukan pemerintah Sudan dan Qatar yang menjadi pusat Aljazirah.

Mogok
Di selnya, Alhajj menghadapi sekitar 130 interogasi yang semuanya disertai perlakuan tak manusiawi. Semua itu memaksa Alhajj menggelar aksi mogok makan sejak Januari 2007.

Sebagai balasannya, penguasa kamp kemudian mengikatnya di kursi dan memaksanya menelan nutrisi cair melalui selang plastik yang dimasukkan ke salah satu lubang hidungnya. Kondisi buruk di Guantanamo menyebabkan liver dan ginjalnya bermasalah.

Kepada Reprieve yang mendampinginya sejak 2005, Alhajj berusaha menyebarluaskan kondisi para tahanan melalui sketsanya, seperti Sketches of My Nightmare dan Scream of My Freedom.

AS melarang sketsa-sketsa itu dipublikasikan. Namun, Reprieve dengan bantuan kartunis politik Inggris, Lewis Peake, berhasil merekonstruksi kartun Alhajj.

Ditransfer
AS agaknya menyerah pada kuatnya tekanan bagi pembebasan Alhajj. Namun, AS enggan tercoreng mukanya. Seorang petinggi Departemen Pertahanan mengatakan Alhajj tidak dibebaskan, melainkan ditransfer ke pemerintah Sudan. Tapi, pernyataan ini langsung mendapat reaksi dari Kementerian Kehakiman Sudan dengan menyatakan Alhajj adalah orang yang bebas merdeka dan tidak akan pernah ditangkap karena alasan apa pun.

Bersama Alhajj, dua warga Sudan yang sebelumnya ditahan di Guantanamo, Amir Yacoub al Amir dan Walid Ali, juga dibebaskan. Sementara itu, Reprieve menyatakan sejumlah tahanan Guantanamo asal Maroko juga diterbangkan pulang dalam pesawat yang sama.

Al Amir dan Ali mengatakan, selama perjalanan pulang, AS masih menutup mata, memborgol, dan mengikat mereka di atas kursi pesawat militer.

Kini, Alhajj--meski merasa perjuangannya belum selesai--telah bisa menghirup udara bebas. Baginya, kebebasannya akan lebih bermakna jika ratusan tahanan di Guantanamo bebas dan fasilitas itu ditutup.

Alhajj, seperti dikatakan Khanfar, juga kembali bisa menyandang kameranya.

www.republika.co.id

No comments: